Gerakan Pramuka atau Kepanduan di
Indonesia telah dimulai sejak tahun 1923 yang ditandai dengan
didirikannya (Belanda) Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di
Bandung. Sedangkan pada tahun yang sama, di Jakarta didirikan (Belanda)
Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO).[1] Kedua organisasi
cikal bakal kepanduan di Indonesia ini meleburkan diri menjadi satu,
bernama (Belanda) Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO)
di Bandung pada tahun 1926. Pendirian gerakan ini pada tanggal 14
Agustus 1961 sedikit-banyak diilhami oleh Komsomol di Uni Soviet.
Organisasi Kepanduan Indonesia di seputaran tahun 1920-an.
Pada tanggal 26 Oktober 2010, Dewan Perwakilan Rakyat mengabsahkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Berdasarkan
UU ini, maka Pramuka bukan lagi satu-satunya organisasi yang boleh
menyelenggarakan pendidikan kepramukaan. Organisasi profesi juga
diperbolehkan untuk menyelenggarakan kegiatan kepramukaan.
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mempunyai "saham"
besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta ada dan
berkembangnya pendidikan kepanduan nasional Indonesia. Dalam
perkembangan pendidikan kepanduan itu tampak adanya dorongan dan
semangat untuk bersatu, namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang
Bhinneka.
Organisasi kepanduan di
Indonesia dimulai oleh adanya cabang "Nederlandsche Padvinders
Organisatie" (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat pecahnya Perang
Dunia I memiliki kwartir besar sendiri serta kemudian berganti nama
menjadi "Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging" (NIPV) pada tahun
1916.
Organisasi Kepanduan yang
diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah Javaansche Padvinders
Organisatie; berdiri atas prakarsa S.P. Mangkunegara VII pada tahun
1916.
Kenyataan bahwa kepanduan itu
senapas dengan pergerakan nasional, seperti tersebut di atas dapat
diperhatikan pada adanya "Padvinder Muhammadiyah" yang pada 1920
berganti nama menjadi "Hizbul Wathan" (HW); "Nationale Padvinderij"
yang didirikan oleh Budi Utomo; Syarikat Islam mendirikan "Syarikat
Islam Afdeling Padvinderij" yang kemudian diganti menjadi "Syarikat
Islam Afdeling Pandu" dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale
Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) didirikan oleh Jong Islamieten Bond
(JIB) dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO)
didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat bersatu bagi organisasi kepanduan Indonesia waktu itu tampak
mulai dengan terbentuknya PAPI yaitu "Persaudaraan Antara Pandu
Indonesia" merupakan federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ
dan PPS pada tanggal 23 Mei 1928.
Federasi
ini tidak dapat bertahan lama, karena niat adanya fusi, akibatnya pada
1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis oleh
tokoh dari Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS
(JJP-Jong Java Padvinderij); PK-Pandu Kebangsaan).
PAPI kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada bulan April 1938.
Antara tahun 1928-1935 bermuncullah gerakan kepanduan Indonesia baik
yang bernapas utama kebangsaan maupun bernapas agama. kepanduan yang
bernapas kebangsaan dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders
Organisatie Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita
(SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernapas
agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathan, Kepanduan Islam Indonesia
(KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen),
Kepanduan Azas Katolik Indonesia (KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia
(KMI).
Sebagai upaya untuk
menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan
Indonesia BPPKI merencanakan "All Indonesian Jamboree". Rencana ini
mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama
kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan "Perkemahan Kepanduan
Indonesia Oemoem" disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal
19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
Pada
masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan
Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat Indonesia,
termasuk gerakan kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya
menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat
kepanduan tetap menyala di dada para anggotanya. Karena Pramuka
merupakan suatu organisasi yang menjunjung tinggi nilai persatuan. Oleh
karena itulah bangsa Jepang tidak mengizinkan Pramuka di Indonesia.
Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa
tokoh kepanduan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk
Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja,
menunjukkan pembentukan satu wadah organisasi kepanduan untuk seluruh
bangsa Indonesia dan segera mengadakan Kongres Kesatuan Kepanduan
Indonesia.
Kongres yang dimaksud
dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan hasil
terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh
segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan Sakti",
lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi kepanduan
yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Tahun-tahun
sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda.
Bahkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan api
unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda
mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu,
sebagai patriot yang membuktikan cintanya pada negara, tanah air dan
bangsanya. Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang
berdiri,. Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti
Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI),
Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa perjuangan bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta
merupakan pengabdian juga bagi para anggota pergerakan kepanduan di
Indonesia, kemudian berakhirlah periode perjuangan bersenjata untuk
menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada waktu inilah Pandu
Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada tanggal 20-22
Januari 1950.
Kongres ini antara
lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan
kepada golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya
masing-masing dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat
Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia
dengan keputusan Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6
September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat
Indonesia merupakan satu-satunya wadah kepanduan di Indonesia, jadi
keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir
sudah.
Mungkin agak aneh juga kalau
direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No. 2334/Kab.
itu keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepanduan menga-dakan
konfersensi di Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September
1951 diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai
suatu federasi.
Pada 1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia
Ipindo merupakan federasi bagi organisasi kepanduan putera, sedangkan
bagi organisasi puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan
Kepanduan Puteri Indonesia) dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu
Puteri Indonesia). Kedua federasi ini pernah bersama-sama menyambut
singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam perjalanan ke
Australia.
Dalam peringatan Hari
Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore
Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20 Agustus
1955, Jakarta.
Ipindo sebagai
wadah pelaksana kegiatan kepanduan merasa perlu menyelenggarakan
seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan
kelestarian hidup kepanduan. Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada
bulan Januari 1957.
Seminar Tugu ini
meng-hasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi
setiap gerakan kepanduan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan
ke-pramukaan yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan
Novem-ber 1958, Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K
mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengan topik
"Penasionalan Kepanduan".
Kalau
Jambore untuk putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka
PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa
Semanggi bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun
1959. Pada tahun ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore
Dunia di MT. Makiling Filipina.
Nah, masa-masa kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.
Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar
belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan,
kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960.
Dari
ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah
perkumpulan kepanduan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu
tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.
Peraturan
yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor
II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan
Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal
330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan
adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741)
dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana
Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian
kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powell (Lampiran C
Ayat 8).
Ketetapan itu memberi
kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah
Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan
pemimpin gerakan kepanduan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari
Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada
harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti,
seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut
Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian
Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan
Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu
pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun
1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana
Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang
disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.
Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu.
Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor
121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan
Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan (Hamengku
Buwono IX), Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo
Martono (Menteri Sosial).
Panitia
inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai
Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei
1961 tentang Gerakan Pramuka.
Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :
Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang
mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9
Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai
HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
Diterbitkannya
Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang
Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya
organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan
kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan
Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan
pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan
tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi
Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah
untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut
sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan
ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di
Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini
kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
Pelantikan
Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka
untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan
penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi
pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian
disebut sebagai HARI PRAMUKA.